Latar Belakang Ilmu Budaya Dasar
Latar Belakang Ilmu
Budaya Dasar
Latar belakang
diberikannya mata kuliah ilmu budaya dasar, selain melihat konteks budaya
Indonesia, juga sesuai dengan program pendidikan di perguruan tinggi. Rapat
rektor-rektor universitas/ institut negeri se-Indonesia yang diselenggarakan
pada tanggal 11 s/d 13 Oktober 1971 di Tugu menyimpulkan pentingnya pemberian
nama mata kuliahbasic social science (ilmu sosial dasar) dan basic
humanities (ilmu budaya dasar) dalam rangka menyempurnakan pembentukan
sarjana. Maka dalam rapat kerjapara pengajar tanggal 25 s/d 28 Oktober 1971
yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal
Pendidikan Departemen P dan K diputuskan bahwa kedua mata kuliah tersebut akan
diberikan disemua fakultas dalam lingkungan universitas/ institut negeri
diseluruh Indonesia, yang kemudian ditegaskan dalam surat Direktur Pendidikan
Tinggi nomor 1338/DPT/A/71.
2. Lingkup Ilmu Budaya Dasar
2. Lingkup Ilmu Budaya Dasar
Ilmu budaya dasar
atau basic humanities tidaklah identik dengan the
humanities atau pengetahuan budaya yang cukup mencakup keahlian
filsafat dan seni yang dapat dibagi-bagi lagi kedalam berbagai bidang keahlian
seperti seni sastra, seni tari, seni rupa dan lain-lain. Jadi, ilmu budaya
dasar bukanlah ilmu tentang berbagai budaya, melainkan pengertian dasar dan
pengertian umum lainnya tentang konsep-konsep dan teori-teori budaya yang
dikembangkan untuk mengkaji masalah-masalah kebudayaan.
Perdebatan terhadap
berbagai masalah budaya ini dilakukan dengan menggunakan berbagai pengetahuan
budaya (the humanities), baik dengan menggunakan suatu keahlian (disiplin)
ataupun dengan menggunakan pendekatan berbagai keahlian (interdisipliner).
3. Pokok Bahasan Ilmu Budaya Dasar
Pokok bahasan Ilmu
Budaya Dasar adalah masalah-masalah kemanusiaan dan budaya. Menurut Budi Darma
yang menyitir pendapat Arthur Koesler dalam The Act of Creation dan
Wolter Kaufmann dalam The Future of The Humanities, masalah
kemanuaiaan dan kebudayaan telah diungkapkan secara halus atau (refined) oleh
ahli-ahli seni dan filsafat dalam karya-karya seni dan filsafat. Karya-karya
seni dan filsafat itu merupakan perwujudan perasaan dan pemikiran orang
terhadap masalah-masalah kemanusiaan dan budaya yang terjadi disekelilingnya.
Jadi, jika seandainya sekarang bermunculan hasil karya seni sastra dengan tema
kebobrokan masyarakat, maka hal ini menunjukkan bahwa masyarakat tersebut
sedang “sakit”.
Pokok bahasan ilmu
budaya dasar tidaklah ketat seperti yang telah diungkapkan diatas, tetapi dapat
bertambah atau berkurang, dapat pula berubah formulasinya, sesuai dengan
pandangan seseorang terhadap hidup dan terhadap karya seni serta filsafat yang
bersangkutan, bergantung pula pada keadaan seseorang dalam menghayati dan
mengamati masalah-masalah kemanusiaan dan budaya.
PENGERTIAN
KEBUDAYAAN DAN PERADABAN
Kebudayaan berasal dari perkataan latin: “colere” yang artinya mengolah, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture “sebagai daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn, yang pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang paham kebudayaan. Terbukti ada 160 macam definisi tentang kebudayaan, yang kemudian dianalisis dicari intinya dan diklasifikasikan dalam berbagai golongan, dan kemudian hasil penyelidikan itu diterbitkan dalam suatu kitab bernama “Culture, A critical Review of Concepts and definitions 1952”.
Adapun ahli antropologi E. B. Taylor, yang merumuskan definisi kebudayaan dalam bukunya yang terkenal: “Primitive Culture” bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahun, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan lain.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bagi ilmu sosial arti kebudayaan adalah amat luas, meliputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia.Dalam masyarakat ramai kebudayaan sering di artikan sebagai THE GENERAL BODY OF THE ARTS.
Di samping definisi-definisi di atas, masih banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana-sarjana Indonesia:
1. Sutan Takdir Alisyahbana: Kebudayaan adalah manifestasi dari suatu bangsa
2. Dr. Moh. Hatta: kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa
3. Mangunsarkoro: kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya
4. Haji Agus Salim: kebudayaan adalah merupakan persatuan istilah budi dan daya menjadi makna sejiwa dan tidak dapat dipisah-pisahkan
5. Dawson dalam bukunya “Age of the Gods”, kebudayaan adalah cara hidup bersama.
6. E. B. Taylor dalam bukunya “Primitive Culture”: kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
7. Drs. Sidi Gazalba: kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu.
Dapatlah kiranya kita tarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Hasil buah budi (budaya) manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam:
1. Kebudayaan material (lahir)
2. Kebudayaan immaterial (batin)
2. WUJUD KEBUDAYAAN DAN UNSUR-UNSURNYA
Prof. Dr. Koentjoroningrat menguraikan tentang wujud kebudayaan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia.
Wujud kedua adalah yang disebut sistem sosial, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sifatnya konkrit sehingga bisa diobservasi, difoto dan didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit.
Kebudayaan berasal dari perkataan latin: “colere” yang artinya mengolah, menyuburkan, dan mengembangkan, terutama mengolah tanah atau bertani. Dari segi arti ini berkembanglah arti culture “sebagai daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam”.
Ditinjau dari sudut bahasa Indonesia, kebudayaan berasal dari bahasa Sansakerta “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budidaya, yang berarti daya dan budi. Karena itu mereka membedakan antara budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa; dan kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.
A.L. Kroeber dan C. Kluckhohn, yang pernah mengumpulkan sebanyak mungkin definisi tentang paham kebudayaan. Terbukti ada 160 macam definisi tentang kebudayaan, yang kemudian dianalisis dicari intinya dan diklasifikasikan dalam berbagai golongan, dan kemudian hasil penyelidikan itu diterbitkan dalam suatu kitab bernama “Culture, A critical Review of Concepts and definitions 1952”.
Adapun ahli antropologi E. B. Taylor, yang merumuskan definisi kebudayaan dalam bukunya yang terkenal: “Primitive Culture” bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung ilmu pengetahun, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan lain.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa bagi ilmu sosial arti kebudayaan adalah amat luas, meliputi kelakuan dan hasil kelakuan manusia.Dalam masyarakat ramai kebudayaan sering di artikan sebagai THE GENERAL BODY OF THE ARTS.
Di samping definisi-definisi di atas, masih banyak definisi yang dikemukakan oleh para sarjana-sarjana Indonesia:
1. Sutan Takdir Alisyahbana: Kebudayaan adalah manifestasi dari suatu bangsa
2. Dr. Moh. Hatta: kebudayaan adalah ciptaan hidup dari suatu bangsa
3. Mangunsarkoro: kebudayaan adalah segala yang bersifat hasil kerja jiwa manusia dalam arti yang seluas-luasnya
4. Haji Agus Salim: kebudayaan adalah merupakan persatuan istilah budi dan daya menjadi makna sejiwa dan tidak dapat dipisah-pisahkan
5. Dawson dalam bukunya “Age of the Gods”, kebudayaan adalah cara hidup bersama.
6. E. B. Taylor dalam bukunya “Primitive Culture”: kebudayaan adalah suatu satu kesatuan atau jalinan kompleks, yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, susila, hukum, adat istiadat dan kesanggupan-kesanggupan lain yang diperoleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
7. Drs. Sidi Gazalba: kebudayaan adalah cara berpikir dan merasa menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan dari segolongan manusia, yang membentuk kesatuan sosial dalam suatu ruang dan waktu.
Dapatlah kiranya kita tarik kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil buah budi manusia untuk mencapai kesempurnaan hidup.
Hasil buah budi (budaya) manusia itu dapat kita bagi menjadi 2 macam:
1. Kebudayaan material (lahir)
2. Kebudayaan immaterial (batin)
2. WUJUD KEBUDAYAAN DAN UNSUR-UNSURNYA
Prof. Dr. Koentjoroningrat menguraikan tentang wujud kebudayaan menjadi 3 macam, yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia
Wujud pertama adalah wujud ideal kebudayaan. Sifatnya abstrak, tak dapat diraba dan difoto. Letaknya dalam alam pikiran manusia.
Wujud kedua adalah yang disebut sistem sosial, yaitu mengenai tindakan berpola manusia itu sendiri. Sifatnya konkrit sehingga bisa diobservasi, difoto dan didokumentir.
Wujud ketiga adalah yang disebut kebudayaan fisik, yaitu seluruh hasil fisik karya manusia dalam masyarakat. Sifatnya sangat konkrit.
3. Unsur-unsur kebudayaan
Unsur-unsur
kebudayaan meliputi semua kebudayaan didunia, baik yang kecil, bersahaja dan
terisolasi, maupun yang besar, kompleks dan dengan jaringan hubungan yang luas.
Menurut konsep B. Malinowski, kebudayaan didunia mempunyai tujuh unsur
universal, antara lain:
·
Bahasa
·
Sistem teknologi
·
Sistem mata
pencaharian
·
Organisasi sosial
·
Sistem pengetahuan
·
Religi
·
Kesenian
Unsur kebudayaan
unviersal yang tujuh macam itu dilambangkan dengan membagi sebuah lingkaran
menjadi tujuh sektor yang masing-masing melambangkan salah satu dari ketujuh
unsur tersebut. Maka terlihat jelas bahwa setiap unsur kebudayaan yang
universal itu dapat mempunyai tiga wujud kebudayaan, yaitu sistem budaya,
sistem sosial dan kebudayaan fisik.
Sistem Budaya dan Sistem Sosial
Untuk memudahkan dalam
menganalisis suatu sistem menurut perspektif tertentu, perlu diketahui sistem
itu terlebih dahulu. Definisi sistem yang memadai sulit dirumuskan, mengingat
dalam sistem banyak terkandung unsur-unsur penting. Secara sederhana sistem
diartikan sebagai kumpulan bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk
mencapai suatu tujuan. Definisi ini bersifat operasional. Tetapi yang jelas,
sistem itu memiliki sepuluh ciri, yaitu:
1.
Fungsi (function);
2.
Satuan (unit);
3.
Batasan (boundary);
4.
Bentuk (structure);
5.
Lingkungan
(environment);
6.
Hubungan (relation);
7.
Proses (process);
8.
Masukan (input);
9.
Keluaran (output);
10.
Pertukaran
(exchange).
Sistem budaya
Sistem budaya merupakan
wujud yang abstrak dari kebudayaan. Sistem budaya atau cultural system
merupakan ide-ide dan gagasan manusia yang hidup bersama sama suatu masyarakat.
Gagasan tersebut tidak dalam keadaan lepas satu dari yang lainnya, tetapi
selalu berkaitan dan menjadi suatu sistem. Dengan demikian sistem budaya adalah
bagian dari kebudayaan, yang diartikan pula adat-istiadat.
Sistem sosial
Sistem sosial terdiri
atas satuan-satuan interaksi sosial. Unsur-unsur tersebut membentuk struktur
sistem sosial itu sendiri dan mengatur sistem sosial. Unsur-unsur sistem sosial
tersebut ada sepuluh, yaitu:
1.
Keyakinan
(pengetahuan);
2.
Perasaan (sentimen);
3.
Tujuan, sasaran atau
cita-cita;
4.
Norma;
5.
Kedudukan peranan
(status);
6.
Tingkatan atau
pangkat (rank);
7.
Kekuasaan atau
pengaruh (power);
8.
Sangsi;
9.
Sarana ayau
fasilitas;
10.
Tekanan ketegangan
(stress strain).
4. Konsep Nilai, Sistem Nilai dan Orientasi Nilai
(budaya)
Kajian ilmu budaya
dasar adalah nilai-nilai dasar manusia. Oleh karena itu, dalam proses
pengkajiannya, permasalahan nilai tersebut perlu terlebih dahulu dimengerti dan
dipahami.
Konsep nilai
Batasan nilai dapat
mengacu pada berbagai hal seperti minat, kesukaan, pilihan, tugas, kewajiban
agama, kebutuhan, keamanan, hasrat, keengganan, atraksi (daya tarik) dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan perasaan dari orientasi seleksinya. Akan
tetapi, segala sesuatu yang sifatnya merupakan manifestasi perilaku refleks
atau hasil proses kimia didalam tubuh, itu bukan nilai. Rumusan nilai dapat
diperluas atau dipersempit. Rumusan nilai yang luas dapat meliputi seluruh
perkembangan dan kemungkinan unsur-unsur nilai, perilaku yang sempit diperoleh
dari bidang keahlian tertentu, seperti dari satu disiplin kajian ilmu sosial.
Watak nilai
Memahami nilai akan
lebih jelas apabila dilanjutkan dengan mempelajari tentang watak nilai. Dengan
memahami watak nilai atau etos nilai, diharapkan seseorang akan mengetahui
sesuatu yang berharga dalam kehidupan ini dan mengetahui apa yang harus
dilakukannya untuk menjadi manusia dalam arti sepenuhnya.
Sistem-sistem nilai
Konsep sistem-sistem
nilai budaya bermacam-macam, merupakan sekumpulan alternatif yang menunjukkan
bahwa macam-macam nilai dapat mengandung suatu model menyeluruh untuk deskripsi
dan studi perbandingan.
Orientasi nilai
budaya
Sistem nilai budaya
dalam masyarakat manapun didunia, secara universal menyangkut lima masalah
pokok kehidupan manusia, yaitu:
·
Hakikat hidup manusia
(MH)
·
Hakikat karya manusia
(MK)
·
Hakikat waktu manusia
(MW)
·
Hakikat alam manusia
(MA)
·
Hakikat hubungan
manusia (MM)
5. Perubahan Kebudayaan dan Penyesuaian Diri Antar Budaya
Masyarakat dan kebudayaan
dimanapun selalu dalam keadaan berubah, sekalipun masyarakat dan kebudayaan
primitif yang terisolasi jauh dari berbagai perhubungan dengan masyarakat yang
lainnya. Terjadinya perubahan ini disebabkan oleh beberapa hal:
·
Sebab-sebab yang
berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan itu sendiri
·
Sebab-sebab perubahan
lingkungan alam dan fisik tempat mereka hidup
Peristiwa-peristiwa
perubahan kebudayaan
Cultural lag
Cultural lag adalah
perbedaan antara taraf kemajuan berbagai bagian dalam kebudaan suatu
masyarakat. Artinya ketinggalan kebudayaan, yaitu selang waktu antara saat
benda itu diperkenalkan pertama kali dan saat benda itu diterima secara umum
sampai masyarakat dapat menyesuaikan diri terhadap benda tersebut.
Cultural survival
Cultural survival
adalah suatu konsep yang lain, dalam arti bahwa konsep ini dipakai untuk
menggambarkan suatu praktek yang telah kehilangan fungsi pentingnya seratus persen,
yang tetap hidup dan berlaku semata-mata hanya diatas landasan adat-istiadat
semata-mata.
Cultural conflict
Faktor-faktor yang
menimbulkan konflik kebudayaan adalah keyakinan-keyakinan yang berbeda
sehubungan dengan berbagai masalah aktivitas berbudaya. Konflik ini dapat
terjadi diantara anggota-anggota kebudayaan yang satu dengan yang
lainnya.
Culture shock
Istilah ini pertama
kali dikemukakan oleh Kalervo Oberg (1958) untuk menyatakan apa yang disebutnya
sebagai suatu penyakit jabatan dari orang-orang yang tiba-tiba dipindahkan
kedalam suatu kebudayaan yang berbeda dari kebudayaannya sendiri, semacam
penyakit mental yang tak disadari oleh korbannya.
6. Barat dan Timur Diantara Kebudayaan Nasional
Hampir sepanjang
sejarah, kontak antara Timur dengan Barat lebih berwujud konflik, disharmoni,
persaingan atau perang dibanding konsensus nilai atau saling mengerti. Meskipun
teknologi informasi dan komunikasi sudah sangat canggih dan modernnya, tetap
saja ketidaktahuan antara Barat dengan Timur menyelimuti pengetahuan kebudayaan
dan nilai spiritual yang dimiliki.
Nilai budaya Barat
Barat dalam cara
berpikir dan hidupnya lebih terpikat oleh kemajuan material dan hidup sehingga
tidak cocok dengan cara berpikir untuk meninjau makna dunia dan hidup. Barat
hidup dalam dunia teknis dan ilmiah, maka filsafat tradisional dan pemahaman
agama muncul sebagai sesuatu sistemik ide-ide abstrak tanpa hubungan dengan
yang nyata dan praktek hidup. Akibatnya, pengaruhnya atas hidup dan pikiran
orang semakin berkurang karena Barat mengunggulkan cara berpikir analitis
rasional, yakni filsafat positivisme. Maka mereka menganggap pikiran
nilai-nilai hidup yang meminta kepekaan hati sebagai sebagai sesuatu yang
subjektif dan tidak bermutu.
Apa yang tidak
rasional diserahkan kepada daya pembayangan karya sastrawan, sehingga karya
sastra bukan saja pantulan hidup, melainkan juga merupakan norma kehidupan.
Kalau begitu, apa yang menjadi dasar-dasar nilai di Barat? Menurut To Thi Anh
(1975) ada tiga nilai penting yang mendasari semua nilai di Barat, yakni
martabat manusia, kebebasan dan teknologi.
Nilai budaya Timur
Nilai budaya Timur
pada intinya banyak bersumber dari agama-agama yang lahir didunia Timur. Pada
umumnya manusia-manusia Timur menghayati hidup yang meliputi seluruh
eksistensinya. Berpikir secara Timur tidak bertujuan menunjang usaha-usaha
manusia untuk menguasai dunia dan hidup secara teknis., sebab manusia Timur
lebih menyukai intuisi dari pada akal budi. Inti kebudayaan manusia Timur tidak
terletak pada inteleknya, tetapi pada hatinya. Dengan hatinya mereka menyatukan
akal budi dan intuisi serta inteligensi dan perasaan. Ringkasnya, mereka
menghayati hidup tidak hanya pada otaknya.